Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Translate

Pengikut

Entri Populer

Minggu, 20 Oktober 2013

Masjid Pusaka Banua Lawas adalah sebuah masjid tertua yang terletak di desa Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Masjid ini juga sering disebut Masjid Pasar Arba karena pada hari rabu (arba), jumlah para pengunjung/peziarah lebih banyak dari hari-hari yang lain.
Masjid ini selain menjadi tempat ibadah, juga menjadi tonggak atau bukti sejarah diterimanya Islam bagi suku Dayak Tabalong.


Masjid ini ramai dikunjungi atau diziarahi umat Islam, termasuk masyarakat dari Kaltim. Di Masjid Pusaka ini, selain masih tersimpan beduk asli dan petaka sepanjang 110 cm. Keberadaannya sejak masjid dibangun tahun 1625 diprakarsai Khatib Dayan dan saudaranya Sultan Abdurrahman (dari kerajaan Banjar yang berpusat di Kuin).


Khatib Dayan dibantu tokoh-tokoh masyarakat Dayak, juga Datu Ranggana, Datu Kartamina, Datu Saripanji, Langlang Buana, Taruntung Manau, Timba Sagara, Layar Sampit, Pambalah Batung dan Garuntung Waluh.


Di teras depan Masjid Pusaka, ada dua tajau (guci tempat penampungan air yang dulunya digunakan suku Dayak untuk memandikan anak yang baru lahir). Walaupun sudah dimakan sengat matahari, namun dua tajau yang usianya mencapai 400 tahun itu, menurut Kaum Masjid Pusaka Abdullah Syarif, tak berubah warnanya.


Para peziarah ke sana tak lupa membawa pulang air dalam tajau itu karena diyakini warga memiliki berkah digunakan cuci muka atau diminum. Kebanyakan mereka datang ke Masjid Pusaka pada hari Rabu karena bertepatan hari Pasar Arba di Banua Lawas.


Mereka menyempatkan diri ziarah, selain untuk beribadah antara lain sembahyang sunat Tahiyatul Masjid dan membaca surat Yasin, juga ada yang mengaku membayar nazar, karena harapannya terkabul.   


Mesjid Pusaka Banua Lawas tempo dulu :


Deskripsi Bangunan

Masjid Pusaka Banua Lawas berdiri di atas lahan berpagar besi dan di bagian depan terdapat pintu gerbang yang terbuat dari beton dan dua pintu dari besi. Halaman sebelah kiri (selatan) terdapat kompleks makam yang berhadapan langsung dengan sungai Hanyar. Sedangkan di sebelah kanan (utara) dan belakang (barat) masjid juga terdapat kompleks makam yang cukup luas. Makam-makam ini adalah makam kuno, tetapi banyak yang tidak diketahui. Diantara makam-makam yang berada di sebelah utara masjid terdapat makam Penghulu Rasyid, seorang pemimpin dan penyebar agama Islam pada waktu itu.

Masjid Pusaka BAnua Lawas berdenah segi empat berarsitektur tradisional. Bahannya sebagian besar tebuat dari kayu. Menurut informasi dari masyarakat, bahwa bangunan asli masjid ini beronstruksi panggung, tetapi sekarang lantai punggungnya sudah diurug dengan tanah dan ditutup ubin. Bangunan masjid memiliki serambi dan bangunan utama. Di dalam bangunan utama berdiri tiang-tiang, mihrab, mimbar.

Serambi

Untuk masuk ke serambi harus melalui enam anak tangga yang terbuat dari pasangan bata. Di samping kanan tangga terdapat dua buah guci tempat menampung air untuk cuci kaki. Serambi terletak di sekeliling masjid dan memiliki kandang (pagar) yang terbuat dari besi. Ukuran serambi depan yaitu lebar 3,10 m, panjang 20,28 m. Serambi muka ditopang oleh tujuh buah tiang terbuat dari kayu ulin, dan di antara tiang terdapat kandang (semacam pagar teralis/jeruji besi) yang jumlahnya masing-masing tidak sama. Kandang serambi depan dapat dibuka kea rah dalam dan dapat ditutup kembali.

Di tengah ruangan serambi depan terdapat lima buah tiang yakni yang dilapis dengan semen serta ubin pada seperempat bagian bawah. Kandang serambi sebelah kiri dan kanan masjid masing-masig mempunyai delapan tiang, sedangkan kandang serambi belakang mempunyai sepuluh tiang.

Lantai serambi ditutup dengan keramik (jenis mozaik) bermotif geometris dan polos dengan warna kebiru-biruan. Dipojok kiri serambi depan terdapat sebuah bedug yang sudah tua. Bedug ini terbuat dari kayu bulat yang dilubangi dan ditutup dengan kulit sapi.

Ruang Utama

Ruang utama masjid berukuran 13,85 m x 13,85 m. Bangunan ini dipotong oleh 1`6 tiang, empat buah tiang diantaranya merupakan tiang utama (soko guru) dengan ukuran cukup besar, rata-rata berdiameter 41 cm. Sedangkan tiang-tiang lain diameternya rata-rata berukuran 27 cm. Semua tiang yang berada di dalam masjid ini berpenampang segi delapan dan dicat dengan warna putih. Penampang tiang segi delapan ini dekerjakan dengan alat yang sangat sederhana yakni dengan cara ditatah, hal ini Nampak pada permukaan tiang yang masih kasar.

Diantara keempat tiang utama terdapat sebuah tangga lingkar terbuat dari kayu dengan anak tangga berjumlah 12 buah melingkari sebuah tiang bulat hingga keatas. Di ujung tangga bagian atas terdapat semacam balkon berdenah segi empat sebagai tempat bilal mengumandangkan adzan. Tiang-tiang utama di dalam masjid mempunyai sambungan pada masing-masing ujungnya. Tiap sambungan ini tebuat dari bilah-bilah kayu yang diikat menjadi satu yang menghubungkan atap tingkat pertama ke atap tingkat kedua, kemudian kea tap tingkat ketiga.

Dinding ruang utama masjid terbuat dari papan ulin yang dipasang susun vertical dan dicat warna putih dan hijau muda. Pada dinding depan terdapat pintu masuk berjumlah tiga buah dan jendela sepuluh buah. Masing-masing pintu dan jendela memiliki dua daun pintu dan dua daun jendela. Di atas pintu dan jendela sampai ke plafon dipasng kaca bercorak Eropa dengan warna biru, hijau muda, dan merah muda. Daun pintu maupun jendela berbentuk ram dengan kisi-kisi terbuat dari kayu, jumlah kisi-kisi setiap daun pintu maupun jendela 25 bilah.

Pada dinding masjid sebelah kiri terdapat lima buah pintu. Di atas pintu terdapat lobang angina tau ventilasi (dahi lawang) berhiaskan ukiran tembus bermotif daun-daunan atau flora, namun sepintas lalu ventilisasi tersebut tampak seperti motif kepala singa yang disamarkan. Dinding masjid sebelah kanan juga mempunyai lima buah pintu dengan bentuk yang sama dengan pintu-pintu sebelah kiri., Pintu-pintu tersebut juga mempunyai ventilasi di atasnya sama dengan ventilasi pada pintu-pintu dinding masjid sebelah kiri. Dinding belakang menyatu dengan ruangan pengiriman (mihrab). Di bagian ini ada dua buah pintu yang masing-masing berada di sebelah kanan dan kiri maihrab. Bentuk pintu dan ventilasinya maupun warna cat sama dengan pintu-pintu lainnya.

Lantai ruang utama agak tinggi dari tanah dasar (diurug) dan di tutup dengan ubin teraso berwarna hijau muda, berukuran 20 x 20 cm. Setiap empat buah pasangan ubin dipasang pula satu baris ubin bermotif sebagai garis batas shaf untuk sholat berjamaah. Bangunan ruang utama masjid ini beratap tiga tingkat berdenah segi empat. Atap paling atas atau tingkat ketiga berbentuk pyramid, atapnya sirap dilapis dengan seng. Begitu pula atp kedua dan pertama juga terbuat dari sirap yang dilapisi dengan seng sehingga jika dilihat dari luar semua atapnya memakai seng.

Antara atap dan tingkat pertama, kedua dan ketiga terdapat semacam celah (lubang angin) yang dipasang kaca bening. Kerangka kaca tersebut bentuknya seperti susunan bata berkotak-kotak. Jika dilihat dari dalam, seluruh atap masjid mempunyai langit-langit/plafon. Atap pertama plafonnya terbuat dari papan tripleks/plywood yang dipasang seperti susunan batu bata. Plafon seperti ini juga terdapat pada selasar yang terdapat di sekeliling masjid. Sedangkan plafon atap kedua dan ketiga terbuat dari bilah-bilah papan yang dipasang secara membujur kearah Timur dan Barat.

Bangunan mihrab dibangun menyatu dengan bangunan ruang utama, terutama pada dinding dan lantainya, tetapi mempunyai atap/kubah tersendiri. Bangunan mihrab berdenah segi delapan, atapnya dua tingkat dan diantara kedua tingkat atap tersebut terdapat celah/pemisah berupa dinding kaca. Kaca ini dipasang berkotak-kotak seperti pasangan bata. Jumlah kotak kaca pada masing-masing bidang adalah sepuluh kotak. Dinding bidang sebelah timur hanya dipasang dengan papan dalam posisi vertical. Atap mihrab tingkat pertama dankedua masih beratapkan sirap, namun kubahnya terbuat dari seng. Kubah mihrab bergaya Timur Tengah dan mempunyai pataka dipuncaknya dengan ragam hias yang lebih sederhana disbanding pataka yang terdapat pada ruang utama. Mihrab mempunyai jendela sebanyak enam buah namun tidak mempunyai pintu keluar. Jendela tersebut berada pada dinding/ penampang sebelah barat atau persis beraa di bawah dinding kaca yang memisahkan antara atap pertama dengan atap kedua.

Masing-masing jendela berukuran 0,50 x 1,61 m dan satu buah jendela mempunyai dua buah daun jendela yang dipasang kaca warna warni ,mengililingi kaca bening. Diantara enam buah jendela tersebut, terdapat empat buah jendela yang mempunyai ventilasi namun ditutup sengan kaca bening dan diberi teralis besi. Di atas ventilasi tersebut masih ada dinding terbuat dari kaca yang menempel langsung dengan atap pertama . Celah yang memisahkan atap pertama dengan kedua, terdapat semacam jendela/lubang cahaya yang dipasang kaca dan pada sebelah dalam dipasang papan dari kayu ulin secara vertical yang tampak seperti dinding. Langit-langit bagian dalam mihrab juga dipasang palfon bercat putih terbuat dari papan yang dipasang membujur arah timur barat.

Lantai dalam mihrab terbuat dari ubin teraso yang kualitasnya cukup baik, hiasannya bermotif flora (bunga) dalam bentuk segi empat.  Batas ruang dalam mihrab dengan ruang utama ada semacam gapura berbentuk setengah lingkaran dan tepat di bagian atasnya terdapat pula hiasan berbentuk kubah terbalik.

Di dalam mihrab terdapat mimbar tempat khotib menyampaikan khotbah. Mimbar tersebut  bertangga di bagian mukanya dengan jumlah anak tangga sebanyak tiga buah. Mimbar berbentuk kotak segi empat dan mempunyai ruang di dalamnya. BAngunan ini di bagian atas dpan berbentuk lengkungan setengah lingkaran. Di samping kiri dan kanan mimbar terdapat semacam jendela namun tidak berdaun pintu. Mimbar dilengkapi dengan sebuah tongkat yang terbuat dari kayu ulin yang pada ujungnya memiliki dua mata tombak terbuat dari besi (dwisula). Tangga mimbar mempunyai pegangan di kiri dan kananya. Pegangan tersebut berbentuk semacam lilitan akar. Di dinding belakang dan atas mimbar terdapat ukiran yang dipasang terbalik, artinya ukiran tersebut hanya dapat dilihat dari dalam mimbar (lewat jendela dan pintu mimbar). Ukiran ini bermotif salur-salur daun dan bunga-bungan. Menurut informasi ukiran ini dulunya berada di bagian kiri dan kanan mimbar sebelah bawah dan merupakan peninggalan Penghulu Rasyid. Mimbar dan tangganya bercat putih, kecuali pada pegangan anak tangga dicat warna hijau.

Bangunan Lain

Untuk kepentingan masjid, maka dibuatlah bangunan baru sebagai sarana yang letaknya terpisah dengan bangunan utama. Bangunan ini berada di halaman masjid. Bangunan sarana meliputi banhgunan air wudhu dan terbuka yang dibangun sekitar tahun 1972, bak air wudhu tertutup di bangun pada tahun 1993, dan dibangun pula tempat parkir sepeda.


Pesan : Semoga Masjid ini menjadi pusat perhatian pemerintah setempat agar selalu Dirawat dan Dijaga kelestariannya tanpa menghilangkan nilai Agama dan Budaya.

 
Minggu, 15 September 2013
Matan di hulu
Mambawa rakit bagandengan
Bahanyut matan di udik Barito
Awal hari baganti minggu
            Siang dan malam
            Waktu hari baganti hari
            Istilah urang mancari rajaki
            Kada talapas lawan gawi
Panas hujan kada manjadi papantangan
Kada heran tatap dirasaakan
Mananjak batang sambil barami-ramian
Akhirnya sampai katujuan a..a..a..
Inilah nasib manjadi urang pambatangan
Amun nasib sudah ditantuakan
Insya Allah ada harapan 
 
2x (Repeat)
Senin, 25 Februari 2013
 "Tanjung Puri adalah salah satu nama Tempat Obyek Wisata yang ada di Kab.Tabalong Kal-Sel, konon Tanjung Puri ini adalah sebuah Kerajaan dan ini adalah sebagian Hikayat dari  Kerajaan Tanjung Puri"

Dahulu kala ada kerajaan bernama Kerajaan Tanjung Puri. Rajanya bernama Raja Halim Mangku Praja, permaisurinya Atika Rara Dirana. Raja dan permaisurinya baik hati. Mereka mempunyai dua putri yang cantik jelita: si sulung bernama Putri Roro Sulastri, si bungsu Putri Galuh Sewangi. Kedua putri itu berbeda sekali perangainya. Putri Roro Sulastri berwatak keras, angkuh dan sombong. Putri Galuh Sewangi lemah lembut, baik dan rendah hati.
“Anakku, kalian sudah mulai dewasa. Sudah saatnya kalian mencari pendamping hidup. Ayah sudah tua. Takkan selamanya ayah menjadi raja di kerajaan ini,” kata baginda kepada kedua putrinya.
“Ya, Ayahanda…,” sahut Putri Galuh Mewangi dengan lemah-lembut.
“Walaupun nanti Ayahanda tak ada lagi, tapi siapa yang lebih kaya dari kita? Sepeninggal ayahanda, kami tak akan kelaparan. Aku tak mau kawin dengan rakyat biasa,” Putri Roro Sulastri menimpali pembicaraan ayahnya dengan sombong.
“Jangan menilai orang dari harta, pangkat dan kedudukannya saja, Roro. Lihatlah hatinya,” sahut ayahnya.
Pandangan hidup dua putri itu amat bertolak belakang. Putri Roro Sulastri menganggap nasihat ayahnya hanya sebagai angin lalu, sedangkan Putri Galuh Sewangi mencamkannya benar-benar, dan dalam hati berjanji akan mematuhinya.
Berkat abdi kerajaan yang setia mendampingi dan memberikan petuah, ilmu dan pendidikan kepada dua orang putri raja itu, tersohorlah nama mereka ke mana-mana. Pangeran dari kerajaan seberang mendengar, bahwa Kerajaan Tanjung Puri memiliki dua orang putri yang cantik rupawan. Di kalangan rakyat jelata pun, nama kedua putri itu sudah tidak asing lagi.
Beberapa bulan kemudian, Raja Halim Mangku Praja jatuh sakit. Kepada kedua putrinya, ia beramanat:
“Anak-anakku, sebelum meninggalkan kalian, kuharap kalian sudah punya suami, sebagai pendamping hidup kalian kelak,” kata Raja Halim, terbatuk-batuk menahan sakit.
Dilanda kesedihan, air mata Putri Galuh Sewangi menetes perlahan. Putri Galuh Sewangi amat mencintai ayahnya. Hati kecilnya berkata, kalau ada orang yang dapat menyembuhkan sakit ayahnya, jika perempuan akan dijadikannya saudara, kalau laki-laki akan dijadikannya suami.
Lain Putri Galuh Sewangi, lain pula Putri Roro Sulastri. Putri sulung itu lebih suka berdandan dan berpesta, tak peduli apa pun yang terjadi, termasuk penyakit ayahnya sendiri. Wajahnya tak sedikit pun memancarkan kesedihan.
Dengan napas satu-satu dan sisa semangat hidupnya, Raja Halim bertitah kepada punggawa kerajaan, “Pengawal! Umumkan ke pelosok negeri, bahwa aku akan mengawinkan kedua putriku dengan siapa pun yang mereka pilih. Soal syarat, kuserahkan sepenuhnya kepada mereka untuk menentukannya…”
***
Rakyat kerajaan ramai membicarakan dua putri raja itu. Dalam suasana duka, saat baginda raja sedang sakit, para pemuda dan rakyat jelata berbisik-bisik membicarakan kecantikan dua putri raja itu.
“Duhai, Putri Roro dan Putri Galuh, maukah kau menjadi istriku?” kata seorang pemuda kampung kepada teman-temannya.
“Alaaahhh… Mana mau putri raja sama kamu?!”
“Jangan bercermin di kaca yang retak!” sahut yang lain.
“Terserah akulah. Memangnya, mengkhayal dilarang?”
“Ya, tidak. Terserah kamulah, asal jangan sampai gila saja!” sahut temannya yang lain lagi.
Tak lama berselang, datang beberapa pengawal kerajaan, mengumumkan titah raja. Pengawal membacakan titah yang ditulis langsung oleh Raja Halim Mangku Praja.
“Wahai, rakyat Kerajaan Tanjung Puri… Pengumuman, pengumuman…! Aku, Raja Halim Mangku Praja, akan menikahkan kedua putriku dengan siapa pun yang mereka pilih. Barang siapa yang ingin mengikuti sayembara ini, silakan datang ke istana untuk mengetahui syaratnya. Tertanda, Raja Halim Mangku Praja…”
***
Sepekan setelah pengumuman, tak seorang pun berani datang untuk meminang dua putri Raja Halim Mangku Praja. Bukannya warga tak tertarik, tapi mereka sadar diri.
Sementara itu, penyakit Raja Halim Mangku Praja semakin sehari semakin memburuk. Beberapa tabib terkenal sudah didatangkan, tapi tak seorang pun mampu menyembuhkan penyakitnya.
Di Kampung Haruai, dekat Kerajaan Tanjung Puri, ada pemuda yang berniat datang ke istana untuk meminang putri raja. Pemuda itu buruk rupa. Karena wajahnya jelek sekali, senyumannya bukannya enak dipandang, malahan membuat takut orang. Pemuda itu bernama Joko Jaroli.
Di kerajaan seberang, ada pula putra mahkota bernama Pangeran Hanung Prabu Cakra. Wajahnya tampan, bijaksana dan ramah. Pangeran Hanung juga beniat mempersunting putri Kerajaan Tanjung Puri. Kepergian Hanung dikawal sejumlah prajurit.
Hampir bersamaan, tibalah kedua pemuda itu di istana Kerajaan Tanjung Puri. Merekaa terpukau dengan kecantikan Putri Roro Sulastri dan Putri Galuh Sewangi.
“Wahai, Putri Galuh Sewangi… Aku ingin jadi pendamping hidupmu,” kata Pangeran Hanung dengan percaya diri.
“Sebentar, Pangeran Hanung. Ada syarat yang harus engkau penuhi. Apabila pangeran dapat menyembuhkan penyakit ayahandaku, aku bersedia jadi istrimu,” sahut Putri Galuh Sewangi.
Pangeran Hanung mengobati Raja Halim Mangku Praja dengan membacakan mantra. Tapi, setelah beberapa kali berusaha, penyakit raja tak kunjung sembuh. Dengan menahan rasa malu, penuh sesal dan kecewa, ia mundur ke belakang.
Giliran Joko Jaroli dipanggil. Setelah mengucapkan mantra, air suci yang dibawanya direguk dan disemburkannya ke sekujur tubuh raja. Ajaib, seketika Raja Halim Mangku Praja duduk di tempat tidur dan sembuh dari sakitnya.
Sesuai janjinya, dengan tulus iklas Putri Galuh Sewangi menerima Joko Jaroli sebagai suaminya, menerimanya apa adanya. Pangeran Hanung mengakui kekalahannya, tapi ia tak sudi menyunting Putri Roro Sulastri. Meskipun cantik, tabiat Putri Roro Sulastri yang buruk membuat Pangeran Hanung kehilangan selera.
“Maafkan aku, Putri Roro! Aku tak suka dengan sifatmu yang suka menghina dan merendahkan orang lain,” tampik Pangeran Hanung.
“Mengapa kau tidak mau denganku? Aku cantik dan kaya raya. Semuanya sudah kumiliki. Siapa yang bisa menyaingiku?” sahut Putri Roro.
“Nah, kesombonganmu itulah yang yang membuat aku tidak suka.”
Mandengar jawaban itu, Putri Roro marah dan memaki-maki Pangeran Hanung beserta prajurit dan dan orang-orang di sekitarnya.
“Kurang ajar! Dasar buaya, kamu, Pangeran Hanung! Bidawang! Timpakul! Kamu juga, Joko! Kamu jelek, bau, dekil, berkurap, buaya danau! Aku tak sudi jadi kakak iparmu!”
Putri Galuh Sewangi hanya dapat menangis melihat sifat kakaknya yang tetap angkuh dan sombong, apalagi saat menghina calon suaminya, Joko Jaroli.
Seketika itu pula, di siang bolong itu, tiba-tiba petir membahana membelah angkasa. Suara gemuruh terdengar di kejauhan, makin lama makin mendekat. Tiba-tiba, tiang-tiang istana retak, tumbang dan roboh. Pepohonan di alun-alun tumbang berjatuhan, tanah dan bumi rekah dan terbelah.
Semua orang panik dan menjerit ketakutan, berlarian lintang pukang meninggalkan istana. Jerit tangis dan teriakan minta tolong terdengar di mana-mana. Rakyat Kerajaan Tanjung Puri panik dan tak berdaya di tengah bencana yang mengamuk membabi buta. Gelombang banjir selama berhari-hari menyapu dan meluluhlantakkan istana, bangunan, kampung-kampung dan permukiman seluruh warga kerajaan.
 Alkisah, Kerajaan Tanjung Puri pun musnah.
Yang tersisa kemudian hanya sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Objek Wisata Tanjung Puri. Air danaunya konon berasal dari air mata Putri Galuh Sewangi. Setiap malam Jumat, di danau itu konon kadang tercium bau wangi.
Konon, danau itu dihuni buaya dan bidawang yang besar sekali, tapi orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. Ada juga tabu yang masih dipercaya oleh sebagian warga. Pasangan yang akan menikah, konon tabu datang ke sana, kalau tak ingin kapuhunan , karena dikariau buaya.

Sumber :http://datutadungmura2012.wordpress.com
Minggu, 20 Januari 2013
"Kikicak" adalah kue khas dari Kalimantan selatan yang berisi inti kelapa manis , makanan ini sering di jumpai di pasar-pasar yang ada di daerah Kalimantan Selatan dengan harga yang murah .

Cara membuat kue(wadai) Kikicak :
Bahan : 
  • 150 gr tepung ketan
  • 1 sdm tepung terigu,
  • 3 lembar daun pandan , iris tipis.
  • 150 ml air
  • Sejumput garam.
  • 3 tetes pewarna hijau

Rebusan :
  • 1 liter air
  • 2 sdm minyak
  • 2 lembar daun pandan

Inti /Unti Kelapa :
  • 150 gr kelapa parut, pilih yang agak muda.
  • 150 gr gula merah, sisir
  • 150 ml air
  • 2 lembar daun pandan
  • Sejumput garam

Cara : 
  1. Terlebih dulu kita bikin inti/unti. Masukkan air, daun pandan  dan gula merah, masak hingga gula larut.
  2. Masukkan kelapa parut dan garam, masak sambil diaduk terus dan airnya mengering, angkat sisihkan.
  3. Blender daun pandan dan air, saring,  ambil airnya.
  4. Campur tepung ketan, terigu  dan garam, tuangi sebagian dari air pandan tadi, masukkan juga pewarnanya, uleni , bila   masih belum kalis, beri air lagi, terus uleni hingga kalis dan bisa di bentuk. , sisihkan.
  5. Rebus bahan rebusan hingga mendidih .
  6. Sementara itu buat bulatan-bulatan dari adonan sebesar kelereng.
  7. Bila air rebusan sudah mendidih, cemplungin bulatan-bulatan tadi , tapi sebelumnya di pipihkan dulu , masak hingga semuanya mengapung, angkat dinginkan.
  8. Sajikan dengan inti/unti kelapa
Sumber terkait :dapurummumusasyi.blogspot.com
Sabtu, 19 Januari 2013

Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan, yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup.
Upaya untuk melindungi budaya Banjar ini, telah diakui oleh pemerintah melalui Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM RI beberapa motif sasirangan sebagai berikut :
  1. Iris Pudak
  2. Kambang Raja
  3. Bayam Raja
  4. Kulit Kurikit
  5. Ombak Sinapur Karang
  6. Bintang Bahambur
  7. Sari Gading
  8. Kulit Kayu
  9. Naga Balimbur
  10. Jajumputan
  11. Turun Dayang
  12. Kambang Tampuk Manggis
  13. Daun Jaruju
  14. Kangkung Kaombakan
  15. Sisik Tanggiling
  16. Kambang Tanjung
Sejarah sasirangan :
Menurut Sahibul Hikayat atau cerita rakyat, di sekitar abad XII sampai XIV pada kerajaa Dipa kain sasirangan pertama kali di buat yaitu manakala Patih Lambung Mangkurat bertapa 40 hari 40 malam di atas lanting balarut banyu (di atas rakit mengikuti arus sungai). Menjelang akhir tapa nya, rakit Patih tiba di daerah Rantau kota Bagantung.Dilihatnya seonggok buih dan dari dalam buih terdengar suara seorang wanita, wanita itu adalah Putri Junjung Buih yang kelak menjadi Raja di Banua ini.

Tetapi ia baru muncul ke permukaan kalau syarat-syarat yang dimintanya dipenuhi, yaitu sebuah istana Batung yang diselesaikan dalam sehari dan kain dapat selesai sehari yang ditenun dan dicalap atau diwarnai oleh 40 orang putri dengan motif wadi/padiwaringin. Itulah kain calapan/sasirangan yang pertama kali dibuat dan sering disebut oleh masyarakat sebagai batik sandang yang disebut Kain Calapan yang kemudian dikenal dengan nama Kain Sasirangan.
Itulah sejarah singkat asal usul kain sasirangan. Arti kata sasirangan sendiri di ambil dari kata “sa” yang berarti “satu” dan “sirang” yang berarti “jelujur”. Sesuai dengan proses pembuatannya, Di jelujur, di simpul jelujurnya kemudian di celup untuk pewarnaannya.
Sasirangan menurut tetua adat Banjar dulunya di pakai untuk pengobatan orang sakit, dan juga di gunakan sebagai laung (ikat kepala adat Banjar), Kakamban (serudung), udat (kemben), babat (ikat pinggang), tapih bahalai (sarung untuk perempuan) dan lain sebagainya. Kain ini juga di pakai untuk upacara-upacar adat Banjar. Sekarang Sasirangan bukan lagi di peruntukkan hanya untuk spiritual, tapi sudah jadi pakaian kegiatan sehari-hari.
Di Pemerintahan Daerah Kalimantan Selatan, Sasirangan di sejajarkan dengan Batik. *Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan 91 tahun 2009 tentang standaarisasi Pakaian Dinas pegawai Negeri sipil di lingkungan Pemprov Kalsel*. Pegawai negri sipil di bebaskan memilih untuk memakai Sasirangan atau pun Batik di hari yang sudah di tentukan.

Berikut beberapa contoh motif sasirangan :

Kambang kacang, Bayam raja
Kambang kacang, Bayam raja

Kulat karikit, Gigi haruan, Iris pudak, Ular lidi
Kulat karikit, Gigi haruan, Iris pudak, Ular lidi.

Ramak sahang, Daun katu, galumbang
Ramak sahang, Daun katu, galumbang.

Daun Jaruju, Tampuk Manggis
Daun Jaruju, Tampuk Manggis.

Kangkung kaumbakan, Umbak sinapur karang
Kangkung kaumbakan, Umbak sinapur karang.

Sarigading (Iris Gagatas), Kambang Sasaki
Sarigading (Iris Gagatas), Kambang Sasaki.

Bintang buncu ampat, buncu lima, buncu tujuh, Bintang bahambur
Bintang buncu ampat, buncu lima, buncu tujuh

Jumat, 18 Januari 2013



Lauk Paliat/Gangan Paliat adalah Salah satu masakan khas oang Tabalong. dimana asal sumber masakan ini adalah dari Kota Kelua, yang tepatnya lagi dari sebuah desa kecil  yang namanya adalah Desa Paliat, Desa Paliat sendiri berjarak kurang lebih 18 Km dari ibukota Tabalong/Kota Tanjung dan memakan waktu kira-kira 20 menit perjalanan normal. nama Gangan Paliat ini diambil dari nama Desa tersebut yaitu Paliat.
Didalam gangan paliat, ikan utamanya adalah ikan Baung, bisa juga digantikan dengan Ikan Gabus, Ikan Tauman dan bisa juga dengan Udang. Gangan paliat ini tidak hanya terkenal di kota Kelua dan Tanjung saja, namun kelezatan masakan ini mampu mengundang orang-orang dari luar daerah seperti Amuntai, Paringin, Barabai dan kota lainnya hanya untuk datang ingin mencicipi gangan paliat tersebut.
Umumnya, pemilik warung gangan Paliat adalah warga Desa Paliat. Namun, mencari masakan gangan Paliat tak perlu lagi ke Desa Paliat. Karena penjual masakan itu sudah menyebar di Kabupaten Tabalong. Seperti dilakoni Hj Mariam warga Desa Paliat RT 2, yang berjualannya Jumat dan Sabtu di kawasan Terminal Transit Regional Desa Mabuun, Kecamatan Murung Pudak, sedangkan Sabtu sampai Kamis di Pasar Kelua, lalu Senin di Tamiyang Layang, Kalimantan Tengah.
Ditemui di lokasi berjualannya di samping Mal Thaybah kawasan terminal Mabuun, Ny Mariam didampingi sang suami Hj Zainuddin menceritakan, dia pernah mengikuti pameran dagang bertajuk The 5 Th SMEs’CO Festival gelaran Departemen Perindagkop, di Jakarta Convention Center dan dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Yang menggembirakan, selama pameran pada 12-14 April 2007, Kabupaten Tabalong dengan menampilkan Gangan Paliat mampu menarik perhatian pengunjung. Kalau kabupaten/kota lain di Kalimantan Selatan menonjolkan barang khas daerah masing-masing, justru gangan Paliat terlihat lebih diminati.
“Siang hari kan pada lapar. Jadi, Gangan Paliat diserbu pengunjung yang bukan hanya warga Banjar saja. Seorang warga Jakarta yang bernama Ahmad Faruk, dia adalah pemilik restoran khas Indonesia di Singapura, mengajak kerjasama untuk membawa Gangan Paliat ke Singapura,” kata Ny Mariam.
Dikatakan suami Mariam, H Zainuddin. ketertarikan Ahmad Faruk disebabkan gangan Paliat mempunyai citra rasa nikmat dan hieginis. “Dia cenderung memilih penganan tidak berbau unsur kimia. Nikmat tidak berkurang tapi tinggi nilai kesehatannya. Kendati berlemak tapi diimbangi asam kuit yang mampu mengurangi masalah lambung atau gangguan pencernaan,”
Bumbu makanan ini 80 % terbuat dari kunyit dicampur santan kental dan asam kuit. Bumbu lainnya, kemiri, laos, daun serai, cabe merah, bawang merah. Ditambah penyedap rasa, air, garam, ikan basah semisal baung, patin, pipih, haruan, udang dan lain-lain.
Bagi yang belum pernah mencobanya silahkan aja datang ke Kota Kelua.
Sumber :http://kotakalua.blogspot.com
Rumah Banjar atau Rumah ba-anjung adalah rumah tradisional suku Banjar. Pada umumnya arsitektur tradisional ciri-cirinya antara lain memiliki perlambang, memiliki penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris.
Rumah tradisonal Banjar adalah type-type rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri mulai sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Pada tahun 1871 pemerintah kota Banjarmasin mengeluarkan segel izin pembuatan Rumah Bubungan Tinggi di kampung Sungai Jingah yang merupakan rumah tertua yang pernah dikeluarkan segelnya. [1]Umumnya rumah tradisional Banjar dibangun dengan ber-anjung (ba-anjung) yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama karena itu disebut Rumah Baanjung. Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada pula beberapa type Rumah Banjar yang tidak ber-anjung. Tipe rumah yang paling bernilai tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang diperuntukan untuk bangunan Dalam Sultan (kedaton) yang diberi nama Dalam Sirap. Jadi nilainya sama dengan rumah joglo di Jawa yang dipakai sebagai kedaton (istana kediaman Sultan).
Keagungan seorang penguasa pada masa pemerintahan kerajaan diukur oleh kuantitas ukuran dan kualitas seni serta kemegahan bangunan-bangunan kerajaan khususnya istana raja (Rumah Bubungan Tinggi). Dalam suatu perkampungan suku Banjar terdiri dari bermacam-macam jenis rumah Banjar yang mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Dalam kampung tersebut rumah dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di atas sungai maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering. Rumah Banjar terdiri Rumah Banjar masa kesultanan banjar dan Rumah Banjar masa kolonial.
Selasa, 15 Januari 2013

Goa Liang Kantin terletak di Jaro, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Tempat wisata ini berjarak sekitar 52 Km dari pusat kota. Anda akan melewati rumah - rumah penduduk untuk menuju kesana, memang tidak jauh sekitar 2 Km.

Lokasi obyek wisata ini ditempuh dalam jarak 52 km dari tepi jalan raya lintas Banjarmasin Balikpapan. Dilokasi Obyek Wisata ini selain dapat menikmati panorama pegununungan yang indah juga akan menikmati pula pemandangan dalam goa yang menarik. Konon goa ini menyimpan legenda rakyat yang dibuktikan dengan bentuk-bentuk batu dan ruangan goa yang menyerupai kantin.

Pintu Gerbang Selamat datang di obyek wisata Goa Liang Kantin.

 













Setelah memasuki pintu gerbang dan masuk menuju jalan ke arah Goa , kita disuguhkan dengan pemandangan Gunung Batu bakumpai dan hamparan sawah sekitar.

Stalagtit dan Stalagmit yang ada di dalam Goa Liang Kantin.

 


 













Sumber terkait : http://www.facebook.com/pages/Obyek-Wisata-KabTabalong/168619039832662?ref=stream dan niclovely.blogspot.com




.

Minggu, 13 Januari 2013

Riam Mambanin. Obyek wisata alam dengan air terjun setinggi sekitar 5 m, menjanjikan kesejukan, kesegaran dan udara yang sehat dan deru air yang menyejukkan hati.  Sayangnya obyek ini masih belum terawat maksimal, dimana-mana sampah dan onggokan ranting “mengganggu” indahnya riam-riamnya..

Jalan ke Riam Mambanin baru terbuka sekitar tahun 2007, dimana atas inisiatif masyarakat setelmpat bergotongroyong membangun jalan kecil menuju obyek wisata ini.  Tak hanya secara swadaya, Pemerintah Daerah pun membantu pembangunan akses ke obyek wisata alam ini, bahkan menurut H. Rijani, Kepala Desa Marindi, untuk tahun 2009 dan 2010 total dana yang dikucurkan pemerintah untuk membantu membangun jalan akses ini mencapai 400 juta rupiah.

Perjalanan ke Riam Mambanin cukup menjanjikan sesuatu yang berbeda, sepanjang jalan kita akan dijamu dengan udara segar yang dihembuskan dari kebun karet yang juga menjadi nafas ekonomi masyarakat Marindi.  Aktifitas menyadap dan mengangkut karet merupakan obyek yang cukup unik untuk diamati, khususnya untuk mereka yang belum pernah menjalaninya.  Selain kebun karet, perjalanan juga akan ditemani anak-anak sungai berair tenang lagi jernih, pohon-pohon bambu, ladang dan kebun buah-buahan khas Tabalong.
Sumber photo dan Artikel:: untuktabalong.wordpress.com
Jakarta - PT Adaro Energy Tbk membangun Tabalong Islamic Center yang merupakan Islamic Center terlengkap se-Asia Tenggara. Lokasinya tak berjauhan dari tempat lokasi tambang perseroan, di Tabalong Kalimantan Selatan.

Dana sebesar Rp 52 miliar digelontorkan oleh perusahaan tambang batubara tersebut untuk pembangunan proyek Tabalong Islamic Center.

"Islamic Center Tabalong sarana yang diperuntukkan bagi masyarakat untuk dapat melaksanakan kegiatan keislaman. Bangunan yang menelan dana Rp 52 Miliar ini," ujar Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir dalam acara syukuran dan peresmian Masjid Islamic Center, Tabalong, Banjarmasin, Kamis (9/8/2012).

Garibaldi yang masuk salah satu jajaran orang terkaya di Indonesia versi Forbes 2012 dengan kekayaan US$ 1,2 miliar ini, mengatakan masjid di kawasan Islamic Center berkapasitas lebih dari 3500 jamaah. Ia menyebutkan agar masjid tersebut bisa diberi nama Masjid Al Abrar.

Selain masjid, fasilitas di Islamic Center ini antaralain sarana praktik ibadah haji bagi masyarakat serta dilengkapi bangunan pendukung, seperti ruang perkantoran, perpustakaan, pelatihan dan ruang serbaguna.

"Nanti ada miniatur Ka'bah sehingga calon haji bisa melakukan simulasi haji dan lempar jumroh, yang ada trem naik dan turun seperti di tanah suci, ada bank syariah dan suvenir, dan gedung serbaguna untuk rapat atau resepsi," jelasnya.

Diharapkan dengan adanya Tabalong Islamic Center akan meningkatkan wawasan agama maupun pengetahuan secara umum, serta membantu mewujudkan masyarakat agamis dan mandiri secara intelektual.

Islamic Center ini dibangun di lahan seluas 5 hektar milik Pemda Tabalong. Namun, semua infrastruktur dilakukan PT Adaro. Saat ini, pembangunan keseluruhan kawasan Islamic Center telah mencapai 83% dan direncanakan akan selesai sepenuhnya pada bulan September 2012.

"Komplek ini akan dihibahkan kepada Kabupaten Tabalong. Kami harapkan banyak kebajikan yang dialami masyarakat, peningkatan kehidupan ekonom masyarakat," pungkas Garibaldi.

Syukuran dan Peresmian Masjid Raya Al-Abrar, Tabalong Islamic. Center dihadiri oleh Presdir PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir, gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Bupati Tabalong-Rahman Ramsyi dan Direktur Yayasan Adaro Bangun Negeri, Mohammad Effendi.

TEMPAT TINGGAL MASYARAKAT PRASEJARAH GUA BABI
DESA RANDU KECAMATAN MUARA UYA,
ISI RIWAYAT SINGKAT:

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Balai Arkeologi Banjarmasin berupa ekskavasi ( penggalian arkeologi ) dan penetapan terhadap situs prasejarah GUA BABI pada tanggal 19 Maret sampai dengan 1 April 1996 yang merupakan tindak lanjut dari survey prasejarah di Pegunungan Meratus pada tahun 1995. Situs ini terletak di desa Randu, Kecamatan Muara Uya, kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini sangat penting bagi pemahaman proses budaya dan kronologi prasejarah setempat secara khusus dan Kalimantan secara umum, yang pernah terjadi sejak akhir Kala Plestosen dan awal Kala Holosen, sekitar 10.000 tahun yang silam. Ciri budaya yang berhasil diidentifikasi adalah pemanfaatan gua untuk pemukiman, dengan berbagai tinggalan yang terutama mengacu pada tingkatan tekhnologi mesolitik ( tekhnologi batu madya ) dan neolitik ( tekhnologi batu muda ).

Hasil-hasil penelitian adalah sebagai berikut :

Gua Babi merupakan salah satu gua dari sekitar 45 gua yang ada pada pegunungan karet di Desa Randu di kaki barat pegunungan Meratus. Morfologi gua merupakan gabungan antara gua ( cave ) dan ceruk paying ( rock shelter ) ceruk payung merupakan teras gua ( selanjutnya disebut teras gua ) berukuran panjang 25 meter ( utara selatan ) dan lebar 10 meter ( timur barat ). Penelitian tahun 1995/1996 difokuskan diteras gua berdasarkan temuan permukaan berupa konsentrasi sisa-sisa makanan berupa cangkang-cangkang kerang ( gastropoda ) = siput, dan pelecpoda = kerang ) dalam konteks erat dengan peralatan manusia prasejarah berupa alat-alat batu berbentuk serpih dan bilah, dan juga temuan gerabah polos maupun gerabah hias. Empat buah kotak ekskavasi telah dibuka selama penelitian dengan kedalaman antara 120 cm hingga 220 cm, ditujukan untuk mendapatkan data mengenai lapisan budaya ( cultural layers ), untuk penjelasan mengenai proses-proses budya.

Penggalian keempat kotak eksvasi menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Pada kedalaman sekitar 20 cm dari permukaan teras, ditemukan lapisan arkeologis yang dicari, yaitu berupa tumpukan kerang Gastropoda yang bercampur dengan alat alat batu dalam kuantitas sangat padat, dan  juga pecahan-pecahan gerabah polos dan berhias, bercampur dengan berbagai sisa binatang darat ( terrestrial animal ) dan binatang air ( aquatic animal ). Lapisan budaya ini praktis mencakup seluruh teras gua, kecuali teras tertinggi di bagian selatan. Lapisan budaya dibagian tengah gua bercampur dengan abu dan arang sisa pembakaran, sehingga di interprestasikan bahwa pengolahan makanan dilakukan pada teras bagian tengah.

Temuan – temuan terdiri atas :

a.         Alat-alat batu : Kuantitas padat, hingga kedalaman 150 cm. Tipologi yang diperoleh adalah alat serpih, bilah, serut, bor dan juga alat-alat massif berupa kapak perimbas.

Mayoritas alat-alat ini adalah alat-alat mesolitik, disertai pula oleh beberapa tekhnologi lebih tua dari tingkatan paleolitik. Dilain pihak, juga ditemukan beberapa buah batu guling ( pestle ), yang jelas merupakan salah satu unsur budaya neolitik.

b.         Pecahan tembikar : sebagian besar merupakan tembikar berhias, dibuat dengan tatap Pelandas ( paddle and anvil ) yang di gabungkan dengan roda putar (wheel). Hiasan yang menonlol adalah hias tera tatap ( paddle marked ) yang terdiri dari berbagai motif hias yaitu tatap tali ( cord-mark ) dan jala. Hias tatap tali merupakan unsur hiasan yang sangat tua, yang sudah muncul sejak tingkatan neolitik.

c.          Alat-alat tulang : ditemukan pada kedalaman 60-80 cm, berupa penusuk ( point ), atau sumpit, salah satu tulang dikerjakan, berasal dari tulang lengan monyet yang dengan sengaja dilubangi, mungkin dipakai sebagai perhiasan.

d.         Sisa-sisa kerang : ditemukan sangat rapat dan padat pada lapisan arkeologis, berasal dari bangsa Gastropoda ( siput ) dan Pelecypoda ( kerang ).

e.         Sisa-sisa binatang vertebrata : ditemukan sejak permukaan tanah hingga kedalaman 220 cm. Jenisnya berupa binatang kecil ( mikrofauna ). Identifikasi menunjukkan jenis-jenis : kerbau ( Bovidae ), rusa ( Cervidae ), babi hutan ( Sus barbatus ), kancil ( Tragulida ), beruang ( ursus sp ), landak ( Hystricidae ), tikus ( Maridae ), bulus ( Testudinidae ), biawak ( paranidae ), dan ular sanca ( phyton ). Analisis kontektual menunjukkan bahwa binatang-binatang ini juga merupakan bagian subsistensi dari penghuni Gua Babi.

f.           Sisa-sisa manusia : merupakan fragmen-fragmen tengkorak, gigi, dan tangan. Secara lebih rinci temuan tersebut adalah pecahan tengkorak parietal dan occipital, gigi taring ( canin ) rahang atas ( maxilia ) kiri dan taring rahang bawah ( mandibula ) kanan serta bagian tulang tangan ( phalanx ). Sebagian dari pragmen tengkorak sudah mengalami proses fosollisasi cukup lanjut. Jenis taxon : Homo sapiens.

Secara kontekstual antara lapisan tanah, lapisan budaya, dan jenis-jenis temuan, diketahui bahwa Gua babi ini merupakan salah satu tempat hunian sementara ( settement) di masa prasejarah, dimana manusia pendukung budaya di gua ini masih melakukan pengumpulan makanan ( foot-gathering )dari sumber-sumber makanan disekitarnya. Sudah pasti, bahwa mereka mencari makanan utama dari siput dan kerang air tawar, yang di bawa kegua untuk dimasak dibagian tengah teras gua. Selain itu, temuan sisa-sisa binatang vertebrata yang cukup melimpah hingga kedalaman 150 cm, menunjukkan bahwa perburuan binatang juga menjadi salah satu model subsistensi manusia diteras gua, dan bahkan ditemukan kapan perimbas dan penusuk dari batu gamping kersikan ( silicified-limestones ) yang ujungnya terdapat warna merah. Analisis mengaskopis terhadap warna merah ini diduga berasal dari darah binatang buruan pada saat pengolahan makanan, yang kemudian terserap oleh batu gamping sebagai bahan dasar pembuatan kapak perimbas tersebut, dan kemudian mengering.

Pertanggalan ( dating ) absolut ) dari okupasi manusia di Gua Babi belum dapat dipastikan  saat ini. Karena pertanggalan untuk lapisan budaya baru akan dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melalui metode pertanggalan Carbon-14 dengan memakai sampel arang dan kerang dari sisa pembakaran di bagian tengah gua. Meskipun demikian , berdasarkan analisis artefaktual dan kontektual, dapat dinyatakan bahwa gua ini sudah dihuni sejak tingkatan mesolitik hingga neolitik. Dalam konsepsi pengkerangkaan masa prasejarah secara umum di Indonesia, tingkatan tersebut sebanding dengan periode masa antara 1.000 hingga 4.000 tahun lalu. Penggalian oleh Balai Arkeologi Banjarmasin belum mencapai lapisan steril. Dengan unsure temuan kapak perimbas yang merupakan salah satu unsur temuan lebih tua, yaitu tingkatan paleolitik, maka ada keungkinan besar bahwa Gua Babi ini sudah di huni sejak Kala Plestosen.

Situs Gua Babi merupakan situs sangat penting bagi pemahaman pemanfaatan gua sebagai sarana tempat tinggal, yang selama ini belum pernah ditemukan di Kalimantan. Lebih dari itu, situs ini juga merupakan bahan telaah penting dalam penjelasan aspek migrasi yang terjadi pada periode Pasca-plestosen di Indonesia bagian tengah, terutama dalam kaitannya dengan gelombang migrasi dari utara ( Taiwan, Jepang dan Filipina ) dan penghunian gua-gua mesolitik di Silawesi. Oleh karena itu, Balai Arkeologi menganggap penting eksistensi situs Gua Babi, dan akan terus melakukan penelitian di Gua Babi untuk penjelasan masalah hunian gua, model subsitensi manusia pendukungnya, system penguburan gua maupun proses migrasi Pasca-Plestosen di Indonesia bagian tengah.

Dengan hasil penelitian Balai Arkeologi Banjarmasin tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa Gua Babi termasuk dalam kategori Benda Cagar Budaya ( BCB ), yang dilindungi oleh UU Nomor 5 tahun 1992, khususnya BAB I Pasal I. ( SITUS PURBAKALA).

Sumber :langsatgalery.blogspot.com