Popular Posts
-
Objek Wisata Air Terjun Lano adalah objek wisata alam yang menarik. berlokasi di kawasan hutan perawan di Desa Lano, Kecamat...
-
Sungai Salikung ialah sungai yang terletak di Desa Salikung Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong - Kalimantan Selatan dan telah ma...
-
Matan di hulu Mambawa rakit bagandengan Bahanyut matan di udik Barito Awal hari baganti minggu Siang dan malam ...
-
Masjid Pusaka Banua Lawas adalah sebuah masjid tertua yang terletak di desa Banua Lawas , Kabupaten Tabalong , Kalimantan Selatan . Masj...
-
Goa Liang Kantin terletak di Jaro, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Tempat wisata ini berjarak sekitar 52 Km dari pusat kota. Anda...
-
"Kikicak" adalah kue khas dari Kalimantan selatan yang berisi inti kelapa manis , makanan ini sering di jumpai di pasar-pasar ...
-
Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan , yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia da...
-
TEMPAT TINGGAL MASYARAKAT PRASEJARAH GUA BABI DESA RANDU KECAMATAN MUARA UYA, ISI RIWAYAT SINGKAT: Berdasarkan penelitian yang...
-
Lauk Paliat/Gangan Paliat adalah Salah satu masakan khas oang Tabalong. dimana asal sumber masakan ini adalah dari Kota Kelua, y...
-
Rumah Banjar atau Rumah ba-anjung adalah rumah tradisional suku Banjar . Pada umumnya arsitektur tradisional ciri-cirinya antara lain ...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Translate
Mengenai Saya
Pengikut
Entri Populer
-
Objek Wisata Air Terjun Lano adalah objek wisata alam yang menarik. berlokasi di kawasan hutan perawan di Desa Lano, Kecamat...
-
Sungai Salikung ialah sungai yang terletak di Desa Salikung Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong - Kalimantan Selatan dan telah ma...
-
Matan di hulu Mambawa rakit bagandengan Bahanyut matan di udik Barito Awal hari baganti minggu Siang dan malam ...
-
Masjid Pusaka Banua Lawas adalah sebuah masjid tertua yang terletak di desa Banua Lawas , Kabupaten Tabalong , Kalimantan Selatan . Masj...
-
Goa Liang Kantin terletak di Jaro, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Tempat wisata ini berjarak sekitar 52 Km dari pusat kota. Anda...
-
"Kikicak" adalah kue khas dari Kalimantan selatan yang berisi inti kelapa manis , makanan ini sering di jumpai di pasar-pasar ...
-
Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan , yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia da...
-
TEMPAT TINGGAL MASYARAKAT PRASEJARAH GUA BABI DESA RANDU KECAMATAN MUARA UYA, ISI RIWAYAT SINGKAT: Berdasarkan penelitian yang...
-
Lauk Paliat/Gangan Paliat adalah Salah satu masakan khas oang Tabalong. dimana asal sumber masakan ini adalah dari Kota Kelua, y...
-
Rumah Banjar atau Rumah ba-anjung adalah rumah tradisional suku Banjar . Pada umumnya arsitektur tradisional ciri-cirinya antara lain ...
Senin, 25 Februari 2013
"Tanjung Puri adalah salah satu nama Tempat Obyek Wisata yang ada di Kab.Tabalong Kal-Sel, konon Tanjung Puri ini adalah sebuah Kerajaan dan ini adalah sebagian Hikayat dari Kerajaan Tanjung Puri"
Dahulu kala ada kerajaan bernama Kerajaan Tanjung Puri. Rajanya bernama Raja Halim Mangku Praja, permaisurinya Atika Rara Dirana. Raja dan permaisurinya baik hati. Mereka mempunyai dua putri yang cantik jelita: si sulung bernama Putri Roro Sulastri, si bungsu Putri Galuh Sewangi. Kedua putri itu berbeda sekali perangainya. Putri Roro Sulastri berwatak keras, angkuh dan sombong. Putri Galuh Sewangi lemah lembut, baik dan rendah hati.
“Anakku, kalian sudah mulai dewasa. Sudah saatnya kalian mencari pendamping hidup. Ayah sudah tua. Takkan selamanya ayah menjadi raja di kerajaan ini,” kata baginda kepada kedua putrinya.
“Ya, Ayahanda…,” sahut Putri Galuh Mewangi dengan lemah-lembut.
“Walaupun nanti Ayahanda tak ada lagi, tapi siapa yang lebih kaya dari kita? Sepeninggal ayahanda, kami tak akan kelaparan. Aku tak mau kawin dengan rakyat biasa,” Putri Roro Sulastri menimpali pembicaraan ayahnya dengan sombong.
“Jangan menilai orang dari harta, pangkat dan kedudukannya saja, Roro. Lihatlah hatinya,” sahut ayahnya.
Pandangan hidup dua putri itu amat bertolak belakang. Putri Roro Sulastri menganggap nasihat ayahnya hanya sebagai angin lalu, sedangkan Putri Galuh Sewangi mencamkannya benar-benar, dan dalam hati berjanji akan mematuhinya.
Berkat abdi kerajaan yang setia mendampingi dan memberikan petuah, ilmu dan pendidikan kepada dua orang putri raja itu, tersohorlah nama mereka ke mana-mana. Pangeran dari kerajaan seberang mendengar, bahwa Kerajaan Tanjung Puri memiliki dua orang putri yang cantik rupawan. Di kalangan rakyat jelata pun, nama kedua putri itu sudah tidak asing lagi.
Beberapa bulan kemudian, Raja Halim Mangku Praja jatuh sakit. Kepada kedua putrinya, ia beramanat:
“Anak-anakku, sebelum meninggalkan kalian, kuharap kalian sudah punya suami, sebagai pendamping hidup kalian kelak,” kata Raja Halim, terbatuk-batuk menahan sakit.
Dilanda kesedihan, air mata Putri Galuh Sewangi menetes perlahan. Putri Galuh Sewangi amat mencintai ayahnya. Hati kecilnya berkata, kalau ada orang yang dapat menyembuhkan sakit ayahnya, jika perempuan akan dijadikannya saudara, kalau laki-laki akan dijadikannya suami.
Lain Putri Galuh Sewangi, lain pula Putri Roro Sulastri. Putri sulung itu lebih suka berdandan dan berpesta, tak peduli apa pun yang terjadi, termasuk penyakit ayahnya sendiri. Wajahnya tak sedikit pun memancarkan kesedihan.
Dengan napas satu-satu dan sisa semangat hidupnya, Raja Halim bertitah kepada punggawa kerajaan, “Pengawal! Umumkan ke pelosok negeri, bahwa aku akan mengawinkan kedua putriku dengan siapa pun yang mereka pilih. Soal syarat, kuserahkan sepenuhnya kepada mereka untuk menentukannya…”
***
Rakyat kerajaan ramai membicarakan dua putri raja itu. Dalam suasana duka, saat baginda raja sedang sakit, para pemuda dan rakyat jelata berbisik-bisik membicarakan kecantikan dua putri raja itu.
“Duhai, Putri Roro dan Putri Galuh, maukah kau menjadi istriku?” kata seorang pemuda kampung kepada teman-temannya.
“Alaaahhh… Mana mau putri raja sama kamu?!”
“Jangan bercermin di kaca yang retak!” sahut yang lain.
“Terserah akulah. Memangnya, mengkhayal dilarang?”
“Ya, tidak. Terserah kamulah, asal jangan sampai gila saja!” sahut temannya yang lain lagi.
Tak lama berselang, datang beberapa pengawal kerajaan, mengumumkan titah raja. Pengawal membacakan titah yang ditulis langsung oleh Raja Halim Mangku Praja.
“Wahai, rakyat Kerajaan Tanjung Puri… Pengumuman, pengumuman…! Aku, Raja Halim Mangku Praja, akan menikahkan kedua putriku dengan siapa pun yang mereka pilih. Barang siapa yang ingin mengikuti sayembara ini, silakan datang ke istana untuk mengetahui syaratnya. Tertanda, Raja Halim Mangku Praja…”
***
Sepekan setelah pengumuman, tak seorang pun berani datang untuk meminang dua putri Raja Halim Mangku Praja. Bukannya warga tak tertarik, tapi mereka sadar diri.
Sementara itu, penyakit Raja Halim Mangku Praja semakin sehari semakin memburuk. Beberapa tabib terkenal sudah didatangkan, tapi tak seorang pun mampu menyembuhkan penyakitnya.
Di Kampung Haruai, dekat Kerajaan Tanjung Puri, ada pemuda yang berniat datang ke istana untuk meminang putri raja. Pemuda itu buruk rupa. Karena wajahnya jelek sekali, senyumannya bukannya enak dipandang, malahan membuat takut orang. Pemuda itu bernama Joko Jaroli.
Di kerajaan seberang, ada pula putra mahkota bernama Pangeran Hanung Prabu Cakra. Wajahnya tampan, bijaksana dan ramah. Pangeran Hanung juga beniat mempersunting putri Kerajaan Tanjung Puri. Kepergian Hanung dikawal sejumlah prajurit.
Hampir bersamaan, tibalah kedua pemuda itu di istana Kerajaan Tanjung Puri. Merekaa terpukau dengan kecantikan Putri Roro Sulastri dan Putri Galuh Sewangi.
“Wahai, Putri Galuh Sewangi… Aku ingin jadi pendamping hidupmu,” kata Pangeran Hanung dengan percaya diri.
“Sebentar, Pangeran Hanung. Ada syarat yang harus engkau penuhi. Apabila pangeran dapat menyembuhkan penyakit ayahandaku, aku bersedia jadi istrimu,” sahut Putri Galuh Sewangi.
Pangeran Hanung mengobati Raja Halim Mangku Praja dengan membacakan mantra. Tapi, setelah beberapa kali berusaha, penyakit raja tak kunjung sembuh. Dengan menahan rasa malu, penuh sesal dan kecewa, ia mundur ke belakang.
Giliran Joko Jaroli dipanggil. Setelah mengucapkan mantra, air suci yang dibawanya direguk dan disemburkannya ke sekujur tubuh raja. Ajaib, seketika Raja Halim Mangku Praja duduk di tempat tidur dan sembuh dari sakitnya.
Sesuai janjinya, dengan tulus iklas Putri Galuh Sewangi menerima Joko Jaroli sebagai suaminya, menerimanya apa adanya. Pangeran Hanung mengakui kekalahannya, tapi ia tak sudi menyunting Putri Roro Sulastri. Meskipun cantik, tabiat Putri Roro Sulastri yang buruk membuat Pangeran Hanung kehilangan selera.
“Maafkan aku, Putri Roro! Aku tak suka dengan sifatmu yang suka menghina dan merendahkan orang lain,” tampik Pangeran Hanung.
“Mengapa kau tidak mau denganku? Aku cantik dan kaya raya. Semuanya sudah kumiliki. Siapa yang bisa menyaingiku?” sahut Putri Roro.
“Nah, kesombonganmu itulah yang yang membuat aku tidak suka.”
Mandengar jawaban itu, Putri Roro marah dan memaki-maki Pangeran Hanung beserta prajurit dan dan orang-orang di sekitarnya.
“Kurang ajar! Dasar buaya, kamu, Pangeran Hanung! Bidawang! Timpakul! Kamu juga, Joko! Kamu jelek, bau, dekil, berkurap, buaya danau! Aku tak sudi jadi kakak iparmu!”
Putri Galuh Sewangi hanya dapat menangis melihat sifat kakaknya yang tetap angkuh dan sombong, apalagi saat menghina calon suaminya, Joko Jaroli.
Seketika itu pula, di siang bolong itu, tiba-tiba petir membahana membelah angkasa. Suara gemuruh terdengar di kejauhan, makin lama makin mendekat. Tiba-tiba, tiang-tiang istana retak, tumbang dan roboh. Pepohonan di alun-alun tumbang berjatuhan, tanah dan bumi rekah dan terbelah.
Semua orang panik dan menjerit ketakutan, berlarian lintang pukang meninggalkan istana. Jerit tangis dan teriakan minta tolong terdengar di mana-mana. Rakyat Kerajaan Tanjung Puri panik dan tak berdaya di tengah bencana yang mengamuk membabi buta. Gelombang banjir selama berhari-hari menyapu dan meluluhlantakkan istana, bangunan, kampung-kampung dan permukiman seluruh warga kerajaan.
Alkisah, Kerajaan Tanjung Puri pun musnah.
Yang tersisa kemudian hanya sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Objek Wisata Tanjung Puri. Air danaunya konon berasal dari air mata Putri Galuh Sewangi. Setiap malam Jumat, di danau itu konon kadang tercium bau wangi.
Konon, danau itu dihuni buaya dan bidawang yang besar sekali, tapi orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. Ada juga tabu yang masih dipercaya oleh sebagian warga. Pasangan yang akan menikah, konon tabu datang ke sana, kalau tak ingin kapuhunan , karena dikariau buaya.
Sumber :http://datutadungmura2012.wordpress.com
Dahulu kala ada kerajaan bernama Kerajaan Tanjung Puri. Rajanya bernama Raja Halim Mangku Praja, permaisurinya Atika Rara Dirana. Raja dan permaisurinya baik hati. Mereka mempunyai dua putri yang cantik jelita: si sulung bernama Putri Roro Sulastri, si bungsu Putri Galuh Sewangi. Kedua putri itu berbeda sekali perangainya. Putri Roro Sulastri berwatak keras, angkuh dan sombong. Putri Galuh Sewangi lemah lembut, baik dan rendah hati.
“Anakku, kalian sudah mulai dewasa. Sudah saatnya kalian mencari pendamping hidup. Ayah sudah tua. Takkan selamanya ayah menjadi raja di kerajaan ini,” kata baginda kepada kedua putrinya.
“Ya, Ayahanda…,” sahut Putri Galuh Mewangi dengan lemah-lembut.
“Walaupun nanti Ayahanda tak ada lagi, tapi siapa yang lebih kaya dari kita? Sepeninggal ayahanda, kami tak akan kelaparan. Aku tak mau kawin dengan rakyat biasa,” Putri Roro Sulastri menimpali pembicaraan ayahnya dengan sombong.
“Jangan menilai orang dari harta, pangkat dan kedudukannya saja, Roro. Lihatlah hatinya,” sahut ayahnya.
Pandangan hidup dua putri itu amat bertolak belakang. Putri Roro Sulastri menganggap nasihat ayahnya hanya sebagai angin lalu, sedangkan Putri Galuh Sewangi mencamkannya benar-benar, dan dalam hati berjanji akan mematuhinya.
Berkat abdi kerajaan yang setia mendampingi dan memberikan petuah, ilmu dan pendidikan kepada dua orang putri raja itu, tersohorlah nama mereka ke mana-mana. Pangeran dari kerajaan seberang mendengar, bahwa Kerajaan Tanjung Puri memiliki dua orang putri yang cantik rupawan. Di kalangan rakyat jelata pun, nama kedua putri itu sudah tidak asing lagi.
Beberapa bulan kemudian, Raja Halim Mangku Praja jatuh sakit. Kepada kedua putrinya, ia beramanat:
“Anak-anakku, sebelum meninggalkan kalian, kuharap kalian sudah punya suami, sebagai pendamping hidup kalian kelak,” kata Raja Halim, terbatuk-batuk menahan sakit.
Dilanda kesedihan, air mata Putri Galuh Sewangi menetes perlahan. Putri Galuh Sewangi amat mencintai ayahnya. Hati kecilnya berkata, kalau ada orang yang dapat menyembuhkan sakit ayahnya, jika perempuan akan dijadikannya saudara, kalau laki-laki akan dijadikannya suami.
Lain Putri Galuh Sewangi, lain pula Putri Roro Sulastri. Putri sulung itu lebih suka berdandan dan berpesta, tak peduli apa pun yang terjadi, termasuk penyakit ayahnya sendiri. Wajahnya tak sedikit pun memancarkan kesedihan.
Dengan napas satu-satu dan sisa semangat hidupnya, Raja Halim bertitah kepada punggawa kerajaan, “Pengawal! Umumkan ke pelosok negeri, bahwa aku akan mengawinkan kedua putriku dengan siapa pun yang mereka pilih. Soal syarat, kuserahkan sepenuhnya kepada mereka untuk menentukannya…”
***
Rakyat kerajaan ramai membicarakan dua putri raja itu. Dalam suasana duka, saat baginda raja sedang sakit, para pemuda dan rakyat jelata berbisik-bisik membicarakan kecantikan dua putri raja itu.
“Duhai, Putri Roro dan Putri Galuh, maukah kau menjadi istriku?” kata seorang pemuda kampung kepada teman-temannya.
“Alaaahhh… Mana mau putri raja sama kamu?!”
“Jangan bercermin di kaca yang retak!” sahut yang lain.
“Terserah akulah. Memangnya, mengkhayal dilarang?”
“Ya, tidak. Terserah kamulah, asal jangan sampai gila saja!” sahut temannya yang lain lagi.
Tak lama berselang, datang beberapa pengawal kerajaan, mengumumkan titah raja. Pengawal membacakan titah yang ditulis langsung oleh Raja Halim Mangku Praja.
“Wahai, rakyat Kerajaan Tanjung Puri… Pengumuman, pengumuman…! Aku, Raja Halim Mangku Praja, akan menikahkan kedua putriku dengan siapa pun yang mereka pilih. Barang siapa yang ingin mengikuti sayembara ini, silakan datang ke istana untuk mengetahui syaratnya. Tertanda, Raja Halim Mangku Praja…”
***
Sepekan setelah pengumuman, tak seorang pun berani datang untuk meminang dua putri Raja Halim Mangku Praja. Bukannya warga tak tertarik, tapi mereka sadar diri.
Sementara itu, penyakit Raja Halim Mangku Praja semakin sehari semakin memburuk. Beberapa tabib terkenal sudah didatangkan, tapi tak seorang pun mampu menyembuhkan penyakitnya.
Di Kampung Haruai, dekat Kerajaan Tanjung Puri, ada pemuda yang berniat datang ke istana untuk meminang putri raja. Pemuda itu buruk rupa. Karena wajahnya jelek sekali, senyumannya bukannya enak dipandang, malahan membuat takut orang. Pemuda itu bernama Joko Jaroli.
Di kerajaan seberang, ada pula putra mahkota bernama Pangeran Hanung Prabu Cakra. Wajahnya tampan, bijaksana dan ramah. Pangeran Hanung juga beniat mempersunting putri Kerajaan Tanjung Puri. Kepergian Hanung dikawal sejumlah prajurit.
Hampir bersamaan, tibalah kedua pemuda itu di istana Kerajaan Tanjung Puri. Merekaa terpukau dengan kecantikan Putri Roro Sulastri dan Putri Galuh Sewangi.
“Wahai, Putri Galuh Sewangi… Aku ingin jadi pendamping hidupmu,” kata Pangeran Hanung dengan percaya diri.
“Sebentar, Pangeran Hanung. Ada syarat yang harus engkau penuhi. Apabila pangeran dapat menyembuhkan penyakit ayahandaku, aku bersedia jadi istrimu,” sahut Putri Galuh Sewangi.
Pangeran Hanung mengobati Raja Halim Mangku Praja dengan membacakan mantra. Tapi, setelah beberapa kali berusaha, penyakit raja tak kunjung sembuh. Dengan menahan rasa malu, penuh sesal dan kecewa, ia mundur ke belakang.
Giliran Joko Jaroli dipanggil. Setelah mengucapkan mantra, air suci yang dibawanya direguk dan disemburkannya ke sekujur tubuh raja. Ajaib, seketika Raja Halim Mangku Praja duduk di tempat tidur dan sembuh dari sakitnya.
Sesuai janjinya, dengan tulus iklas Putri Galuh Sewangi menerima Joko Jaroli sebagai suaminya, menerimanya apa adanya. Pangeran Hanung mengakui kekalahannya, tapi ia tak sudi menyunting Putri Roro Sulastri. Meskipun cantik, tabiat Putri Roro Sulastri yang buruk membuat Pangeran Hanung kehilangan selera.
“Maafkan aku, Putri Roro! Aku tak suka dengan sifatmu yang suka menghina dan merendahkan orang lain,” tampik Pangeran Hanung.
“Mengapa kau tidak mau denganku? Aku cantik dan kaya raya. Semuanya sudah kumiliki. Siapa yang bisa menyaingiku?” sahut Putri Roro.
“Nah, kesombonganmu itulah yang yang membuat aku tidak suka.”
Mandengar jawaban itu, Putri Roro marah dan memaki-maki Pangeran Hanung beserta prajurit dan dan orang-orang di sekitarnya.
“Kurang ajar! Dasar buaya, kamu, Pangeran Hanung! Bidawang! Timpakul! Kamu juga, Joko! Kamu jelek, bau, dekil, berkurap, buaya danau! Aku tak sudi jadi kakak iparmu!”
Putri Galuh Sewangi hanya dapat menangis melihat sifat kakaknya yang tetap angkuh dan sombong, apalagi saat menghina calon suaminya, Joko Jaroli.
Seketika itu pula, di siang bolong itu, tiba-tiba petir membahana membelah angkasa. Suara gemuruh terdengar di kejauhan, makin lama makin mendekat. Tiba-tiba, tiang-tiang istana retak, tumbang dan roboh. Pepohonan di alun-alun tumbang berjatuhan, tanah dan bumi rekah dan terbelah.
Semua orang panik dan menjerit ketakutan, berlarian lintang pukang meninggalkan istana. Jerit tangis dan teriakan minta tolong terdengar di mana-mana. Rakyat Kerajaan Tanjung Puri panik dan tak berdaya di tengah bencana yang mengamuk membabi buta. Gelombang banjir selama berhari-hari menyapu dan meluluhlantakkan istana, bangunan, kampung-kampung dan permukiman seluruh warga kerajaan.
Alkisah, Kerajaan Tanjung Puri pun musnah.
Yang tersisa kemudian hanya sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Objek Wisata Tanjung Puri. Air danaunya konon berasal dari air mata Putri Galuh Sewangi. Setiap malam Jumat, di danau itu konon kadang tercium bau wangi.
Konon, danau itu dihuni buaya dan bidawang yang besar sekali, tapi orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. Ada juga tabu yang masih dipercaya oleh sebagian warga. Pasangan yang akan menikah, konon tabu datang ke sana, kalau tak ingin kapuhunan , karena dikariau buaya.
Sumber :http://datutadungmura2012.wordpress.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar